It's my life....

Education,Passion, Music, :)

Sabtu, 02 Maret 2013

3 Tahun ≠ 4 hari


Ujian Nasional yang sering disingkat UN tak ayalnya “monster” yang sangat mengerikan bagi siswa. Bagaimana tidak, kehadirannya seakan-akan menjadi penentu masa depan mereka. Ibarat medan perang, yang berhasil tentu mereka yang mampu bertahan dan memiliki strategi jitu. Sebaliknya, mereka yang tak mampu bertahan akan jatuh dan tersisih dari yang lain. Ironis memang. Perjuangan mereka selama 3 tahun hanya ditentukan selama 4 hari. Hal ini tentu tak adil bagi seluruh siswa. Cucuran keringat dan rasa lelah mereka seakan tak dibalas dengan harga yang setimpal. Jadi, layakkah UN dilakukan?
          Setiap tahun penyelenggaraan UN selalu menimbulkan kontroversi. Sebagian dari mayarakat setuju dengan penyelenggaraan kegiatan tersebut. Namun tak sedikit juga dari mereka yang menolak keras hal ini. Penyelenggaraan kegiatan ini selalu menjadi perdebatan hangat dalam kalangan masyarakat. Banyak dari mereka yang menganggap bahwa kelulusan siswa tidak dapat ditentukan melalui tes sesingkat itu. Sebab yang lebih mengetahui kemampuan siswa adalah pihak sekolah sendiri. Menentukan kualitas boleh saja, tapi bukan berarti sebagai penentu kelulusan mereka.
          Penyelenggaraan UN ini melahirkan beragam dampak bagi siswa, diantaranya orientasi nilai yang berlebihan, ketidaksiapan mental, dan hilangnya fungsi sekolah. Hal ini tentu melunturkan fungsi penyelenggaraan Ujian Nasional yang sesungguhnya. Seharusnya kita menyadari bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting dan krusial. Sebaiknya pendidikan diwarnai dengan hal yang positif, bukan malah akibat buruk yang justru dapat menodai citra pendidikan.

Orientasi Nilai yang Berlebihan
          Setiap orang tentu ingin menjadi yang terbaik. Begitupun dengan siswa pada umumnya. Berhasil mengukir prestasi adalah harapan mereka. Perjuangan keras dalam belajar tentu membuat mereka bertekad untuk memperoleh nilai terbaik tatkala UN berlangsung. Akhirnya berbagai cara mereka lakukan demi meraih nilai tersebut. Mulai dari menyontek ketika ujian berlangsung hingga membeli kunci jawaban dari para calo. Potret yang sungguh memilukan. UN membuat mereka menggila dengan nilai yang tinggi.
          Kecurangan dalam Ujian Nasional setiap tahunnya memang selalu terjadi. Kebanyakan siswa beranggapan bahwa UN hanyalah tentang nilai semata. Waktu 4 hari mereka gunakan untuk memutar otak tentang bagaimana caranya agar lulus dengan nilai yang maksimal. Bukan berarti nilai tidak penting. Namun alangkah pentingnya jika nilai tersebut mewakili proses belajar mereka selama ini. Jika ini terus terjadi, lalu apa manfaat dilakukannya Ujian Nasional? Evaluasi terhadap kualitas pendidikan bangsa-kah atau hanya sekedar mengetahui pencapaian nilai peserta didik?

Ketidaksiapan Mental
          Setiap siswa memiliki sikap mental yang berbeda-beda. Ada yang menganggap Ujian Nasional sebagai hal yang biasa namun banyak juga siswa yang mengalami ketakutan ketika ujian nasional berlangsung. Hal ini tentu akan menimbulkan beberapa akibat, salah satunya yaitu penekanan berlebihan pada persiapan tes. Inilah yang membuat siswa semakin frustasi dengan penyelenggaraan Ujian Nasional. Tak heran memang, jika 4 hari tersebut mereka anggap sebagai hari penyiksaan bagi mereka. Tak hanya secara fisik namun juga mental.  Orientasi terhadap nilai tentu membuat mereka semakin takut jika mereka tidak bisa lulus.
Ketakutan yang dialami tentu akan mengganggu mental dan psikologis mereka. Psikologis seperti ini tentu akan mempengaruhi keadaan siswa saat melaksanakan ujian yang tentunya akan berdampak pada hasil ujian. Alangkah baiknya jika pemerintah dapat memperhatikan hal ini, karena keadaan psikologis semua siswa tidaklah sama tetapi bervariasi.

Hilangnya fungsi Sekolah
Sebagian besar berpendapat bahwa Ujian Nasional bisa membuat siswa rajin belajar, guru rajin mengajar, dan orangtua memperhatikan proses pembelajaran anak. Dalam konteks ini seharusnya pemerintah menyadari bahwa hal itu terjadi semata-mata untuk memperoleh nilai tinggi dan lulus ujian.
          Potret pendidikan Indonesia ini seakan menunjukkan bahwa sekolah telah beralih fungsi. Bukan lagi sebagai tempat mencari ilmu namun sebagai tempat mencari nilai. Hal ini tentu sangat berbahaya. Sebab sekolah tak lagi melahirkan siswa yang bermartabat. Namun melahirkan siswa yang rusak dengan berbagai karakter buruk.
          Seharusnya pemerintah sadar bahwa menerapkan hasil Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan siswa adalah hal yang tak adil. Perjuangan mereka selama tiga tahun tentu tak dapat dibayar dengan berbagai soal yang hanya dilakukan dalam waktu singkat.  3 tahun tentu tidak sebanding dengan 4 hari. Jika Ujian Nasional hanya dijadikan sebagai evaluasi kualitas bangsa itu adalah hal yang  sangat wajar. Namun jika dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa itu bukanlah hal yang tepat. Karena pada dasarnya yang mengetahui kompetensi dan kemampuan siswa bukanlah pemerintah namun guru dan sekolah itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar